Sumber: Wikipedia |
Hampir genap setahun usai lulus, jujur aja masih bingung mau ke mana dan ngapain. Sempat kerja selama hanya tiga bulan, lalu jadi penulis artikel partikelir sebentar, hingga akhirnya memutuskan untuk kuliah lagi. Memang dulu memiliki keinginan untuk melanjutkan studi, namun karena saya lulusan mentok jadi merasa bodoh dan enggak layak buat kuliah lagi, negatif dan pesimis banget yak. Tapi ternyata takdir berkehendak lain, Tuhan ngabulin cita-cita saya yang satu ini begitupula orangtua saya yang ngedukung keinginan saya. Sekarang, saya diterima di universitas negeri ternama dan mengambil jurusan yang dipengenin, yaitu Kajian Pariwisata.
Sekitar hampir setengah tahun berjuang kursi untuk kuliah. Saya mendaftar ke dua universitas negeri, Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Udayana (UNUD). Ke dua universitas itu karena hanya mereka yang punya Magister Kajian Pariwisata untuk PTN dan kebetulan pendaftarannya sedang dibuka; UGM pada bulan April hingga Juni, sedangkan UNUD pada bulan Mei.
Anehnya, ketika tanggal 23 April saat pendaftaran UGM dibuka, saya sempat mengobrol dengan sahabat saya, Brenda. Berbicara soal keinginan buat lanjut kuliah lagi. Dia ngasih support banget. Ternyata, seakan semesta mendengar, malam itu saya iseng buka situs UGM dan ada pengumuman bahwa pendaftaran mahasiswa baru sedang dibuka! Langsung saja saya lihat persyaratannya dan mulai bikin checklist.
Langkah pertama adalah saya harus dapat sertifikat TPA dan TOEFL. Dari beberapa pilihan sertifikat, saya ikut sertifikasi yang diselenggarakan oleh UGM, yaitu tes PAPs untuk TPA dan AcEPT untuk bahasa inggris. Kemudian yang paling rungsing adalah nyari surat rekomendasi. Mau nggak mau saya harus balik ke kampus di Jatinangor. Kalau dihitung, waktu trip naik kereta api untuk pergi ke Jogja dan Bandung lalu pulang ke Surabaya demi mencari berkas, totalnya lebih dari 50 jam! Full naik kelas ekonomi. Kebayang badan encok. Bahkan, sempat waktu saya harus kembali ke Bandung lagi untuk menambah surat rekomendasi buat daftar UNUD, baru duduk saya sudah merasa enggak kuat duduk selama 16 jam untuk yang ketiga kalinya. Hahaha!
Singkat cerita, skor PAPs dan AcEPT saya memenuhi persyaratan daftar. Semua berkas sudah terkumpul dan tinggal menunggu hasil. Setelah urusan pendaftaran UGM selesai, lanjut menuntaskan pendaftaran UNUD. Lebih rumit daftar di UNUD karena harus bikin proposal tesis, sementara UGM menulis proyeksi kuliah dan judul rencana tesis saja. Perbedaannya selain itu, pendaftaran UGM hanya perlu sertifikat TPA dan TOEFL, kalau UNUD mengadakan ujian tulis sendiri. Enggak hanya TPA dan TOEFL, ada ujian lain berupa tes Uji Kompetensi Dasar (UKD) dan wawancara. Walaupun begitu, jadwal proses pendaftaran UNUD sangat singkat dibanding UGM, hanya seminggu selang ujian tulis.
Saya sempat berharap kuliah di UNUD karena lokasinya di Bali. Rasanya asyik bisa pergi ke pantai kapanpun. Apalagi kalau lagi penat, tinggal melipir ke pantai. Bali juga menjadi tempat yang pas sebagai laboratorium untuk belajar kepariwisataan. Pulau yang sangat strategis dan kaya akan wisatanya. Tapi ternyata enggak jodoh. Saya tidak keterima di UNUD. Memang sepertinya setimpal dengan usaha saya yang sudah mulai longgar buat belajar tesnya, sih. Tenaga sudah terkuras habis buat tes PAPs dan AcEPT. :))
Tahu ditolak UNUD, saya kemudian mulai pesimis dengan UGM. Apalagi ada histori yang enggak baik dengan UGM. Waktu daftar S1 dulu, saya ditolak dua kali di UGM (yang prosesnya juga enggak kalah bikin encok). Sudah uring-uringan nunggu pengumuman tanggal 17 Juli, eh ternyata diundur jadi tanggal 1 Agustus. Makin degdegan dan waktu jadi berasa lama banget!
Setelah berhari-hari pusing latihan aritmatika untuk tes PAPs, badan encok naik kereta, uring-uringan yang bikin enggak tenang, dan mengenang kembali masa lalu yang tak enak dengan UGM, hasil pendaftaran keluar juga. Surprisingly, saya diterima! WOOOOW.
Tentu saja perjuangan enggak berhenti di situ. Saya masih harus balik ke Jogja ngambil sertifikat untuk di-scan dengan berkas lain. Menunggu lagi. Lalu, mengisi perjanjian perilaku mahasiswa baru. Menunggu lagi untuk proses verifikasi. Kemudian, membayar UKT. Menunggu lagi. Selanjutnya, menunggu jadwal untuk foto KTM dan mengambil jas almamater. Total ada 17 langkah dan dilakukan selama empat bulan. Menunggu itu lelah, kawanqu.
Saat ini saya sudah di Jogja dan hari ini adalah hari pertama saya tinggal di kosan. Sementara besok, kegiatan akademik sudah dimulai. Selama seminggu kedepan saya akan mengikuti kelas defisiensi. Dengan status masih calon mahasiswa baru karena belum punya KTM dan jas alma yang baru bisa diambil minggu depan.
Perjuangan sesungguhnya akan dimulai! YEAOOOW!
0 comments:
Post a Comment